Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi
Kehamilan
1 Faktor fisik
Ada tiga faktor yang
mempengaruhi kehamilan, yaitu faktor fisik, faktor psikologis dan factor
lingkungan sosial, budaya dan ekonomi.
Faktor fisik seorang ibu hamil dipengaruhi oleh
status kesehatan,
status gizi, gaya hidup ibu tersebut.
1.1 Status kesehatan
Status
kesehatan dapat diketahui dengan memeriksakan diri dan kehamilannya ke
pelayanan kesehatan terdekat, puskesmas, rumah bersalin, atau poliklinik
kebidanan. Adapun tujuan dari pemeriksaan kehamilan yang disebut dengan Ante
Natal Care (ANC) tersebut adalah:
§
Memantau kemajuan kehamilan. Dengan
demikian kesehatan ibu dan janin pun dapat dipastikan keadaannya.
§
Meningkatkan dan mempertahankan
kesehatan fisik dan mental ibu, karena dalam melakukan pemeriksaan
kehamilan, petugas kesehatan (bidan atau dokter) akan selalu memberikan saran
dan informasi yang sangat berguna bagi ibu dan janinnya.
§
Mengenali secara dini adanya
ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama kehamilan
dengan melakukan pemeriksaan pada ibu hamil dan janinnya.
§
Mempersiapkan ibu agar dapat melahirkan
dengan selamat. Dengan mengenali kelainan secara dini, memberikan
informasi yang tepat tentang kehamilan dan persalinan pada ibu hamil, maka
persalinan diharapkan dapat berjalan dengan lancar, seperti yang diharapkan
semua pihak
§
Mempersiapkan agar masa nifas berjalan
normal. Jika kehamilan dan persalinan dapat berjalan dengan
lancar, maka diharapkan masa nifas pun dapar berjalan dengan lancar.
§
Mempersiapkan peran ibu dan keluarga
dalam menerima bayi. Bahwa salah satu faktor kesiapan dalam menerima bayi
adalah jika ibu dalam keadaan sehat setelah melahirkan tanpa kekurangan suatu
apa pun.
Karena manfaat
memeriksakan kehamilan sangat besar, maka dianjurkan kepada ibu hamil untuk
memeriksakan kehamilannya secara rutin di tempat pelayanan kesehatan terdekat.
1.
Kehamilan
pada usia tua
a.
Segi
negatif kehamilan di usia tua
§ Kondisi fisik ibu hamil dengan usia
lebih dari 35 tahun akan sangat menentukan proses kelahirannya. Hal ini pun
turut mempengaruhi kondisi janin.
§ Pada proses pembuahan kualitas sel
telur wanita usia ini sudah menurun, jika dibandingkan dengan sel telur pada
wanita dengan usia reproduksi sehat ( 25 – 30 tahun ). Jika pada proses
pembuahan, ibu mengalami gangguan sehingga menyebabkan terjadinya gangguan
pertumbuhan dan perkembangan buah kehamilan, maka kemungkinan akan menyebabkan
terjadinya Intra Uterine Growth Retardation ( IUGR ) yang berakibat Bayi Berat
Lahir Rendah ( BBLR ).
§ Kontraksi uterus juga sangat
dipengaruhi oleh kondisi fisik ibu. Jika ibu mengalami penurunan kondisi,
terlebih pada primitua ( hamil pertama dengan usia ibu lebih dari 40 tahun )
maka keadaan ini harus benar – benar diwaspadai.
b.
Segi
positif hamil di usia tua
§ Kepuasan peran sebagai ibu.
§ Merasa lebih siap.
§ Pengetahuan mengenai perawatan kehamilan
dan bayi lebih baik.
§ Rutin melakukan pemeriksaan
kehamilan.
§ Mampu mengambil keputusan.
§ Karier baik, status ekonomi lebih
baik.
§ Perkembangan intelektual anak lebih
tinggi.
§ Periode menyusui lebih lama.
§ Toleransi pada kelahiran lebih
besar.
2.
Kehamilan
multipel
Pada kasus kehamilan multipel (
kelahiran lebih dari satu janin ) biasanya kondisi ibu lemah. Ini disebabkan
oleh adanya beban ganda yang harus ditangguang, baik dari pemenuhan nutrisi,
oksigen dan lain – lain. Biasanya kehamilan multipel mengindikasikan adanya
beberapa penyulit pada proses persalinannya. Sehingga persalinan operatif (
section caesaria - SC ) lebih
dipertimbangkan. Selain itu resiko adanya kematian dan cacat harus juga
dipertimbangkan. Ketika bayi sudah lahir kemungkinan ketegangan dalam merawat
bayi akan terjadi, karena ibu harus berkonsentrasi dua kali lipat dari pada
bayi tunggal. Namun adanya keunikan – keunikan akan membawa kebahagiaan
tersendiri bagi keluarga.
3.
Kehamilan
dengan HIV
Pada kehamilan dengan ibu yang
mengidap HIV, janin akan menjadi sangat rentan terhadap penularan selama proses
kehamilannya. Virus HIV kemungkinan besar akan ditransfer melalui plasenta ke
dalam tubuh bayi.
Para penderita HIV dalam proses
perjalanan penyakitnya akan mengalami penurunan kondisi tubuh jika tidak
mendapatkan penanganan dan pemantauan yang adekuat dari tenaga kesehatan.
Terlebih pada penderita HIV yang sedang menjalani proses kehamilan, karena pada
kondisi tersebut banyak terjadi perubahan pada system tubuhnya.
Selain adanya pengaruh fisik
terhadap ibu dn bayi, hal lain yang tak kalah pentingnya dan harus
dipertimbangkan oleh tenaga kesehatan ketika memberikan asuhan adalah kondisi
psikologis ibu. Pada ibu hamil dengan HIV akan mengalami kehilangan, cemas dan
dipresi, dilemma serta khawatir dengan kesehatan bayinya.
1.2 Status Gizi
Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang
adekuat sangat mutlak dibutuhkan oleh ibu hamil agar dapat memenuhi kebutuhan
nutrisi bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi yang dikandungnya dan persiapan
fisik ibu untuk menghadapi persalinan dengan aman.
Selain itu
status gizi ibu hamil juga merupakan hal yang sangat berpengaruh selama masa
kehamilan. Kekurangan gizi tentu saja akan menyebabkan akibat yang buruk bagi
si ibu dan janinnya. Ibu dapat menderita anemia, sehingga suplai darah yang
mengantarkan oksigen dan makanan pada janinnya akan terhambat, sehingga janin
akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Di lain pihak kelebihan
gizi pun ternyata dapat berdampak yang tidak baik juga terhadap ibu dan janin.
Janin akan tumbuh besar melebihi berat normal, sehingga ibu akan kesulitan saat
proses persalinan.
Yang harus
diperhatikan adalah ibu hamil harus banyak mengkonsumsi makanan kaya serat,
protein (
tidak harus
selalu protein hewani seperti daging atau ikan, protein nabati seperti tahu,
tempe sangat baik untuk dikonsumsi ) banyak minum air putih dan mengurangi garam atau
makanan yang terlalu asin.
Kebutuhan
ibu hamil akan nutrisi lebih tinggi dibandingkan saat sebelum hamil dan
kebutuhan tersebut semakin bertambah pada saat ibu menyusui bayinya.
Kecukupan gizi ibu hamil dan pertumbuhan kandungannya dapat diukur berdasarkan
kenaikan berat badannya. Untuk memenuhi kebutuhan akan nutrisi maka ibu harus
makan makanan yang benyak mengandung gizi karena makanan tersebut diperlukan
untuk pertumbuhan janin,plasenta,buah dada dan kenaikan metabolisme dan apabila
kekurangan dapat menyebabkan terjadinya abortus (pada kehamilan trimester I)
atau terjadiya partus premeturus.
Berikut ini adalah tabel
kebutuhan ibu hamil akan zat makanan pada saat ibu dalam keadaan tidak
hamil,hamil dan mneyusui.
Kebutuhan kalori dan zat makanan
|
Tidak hamil
|
Hamil
|
Menyusui
|
Kalori
Protein
Kalsium
Zat bezi
Vitamin A
Vitamin D
Thiamin
Roboflavin
Niasin
Vitamin C
|
2000 kkal
55 g
0,5 g
12 g
5000 IU
400 IU
0,8 mg
1,2 mg
13 mg
60 mg
|
2300 kkal
65 g
1 g
17 g
6000 IU
600 IU
1 mg
1,3 mg
15 mg
90 mg
|
2700 kkal
80 g
1 g
17 g
7000 IU
800 IU
1,2 mg
1,5 mg
18 mg
90 mg
|
Ibu hamil
juga tidak dianjurkan untuk minum kopi ataupun teh karena kopi dan teh
mengandung kafein yang dapat meningkatkan denyut jantung dan Tekanan Darah,
disamping bisa menyebabkan iritasi lambung. Kafein bersifat diuretik
sehingga ibu menjadi sering buang air kecil akibatnya mengurangi jumlah mineral
penting seperti : kalium,kasium dan magnesium dalam tubuh. Kondisi ini
menyebabkan ketidak seimbangan elektrolit tubuh padahal keseimbnagan elektrolit
tubuh berfungsi untuk menjaga kerja jantung dan alat-alat tubuh lain dengan
baik.
Mual muntah
sering di alami wanita hamil pada awal-awal kehamilan yang sering disebut
dengan morning sickness. Penyebab dari morning sickness tidak diketahui
dengan jelas meskipun sejumlah pendapat telah dikemukakan antara lain karena
ada perubahan kada hormon,kadar gula darah yang rendah (mungkin disebabkan
karena pola makan tidak teratur), kelebihan gastrik,peristaltik lambat,
perubahan uterus dan faktor emosional yang memicu terjadinya mual muntah.
Sebenarnya mual muntah ini normalnya terjadi hanya pada kehamilan trimseter
pertama.
Selain proses kehamilan, bayi sangat
membutuhkan zat – zat penting yang hanya dapat dipenuhi dari ibu. Penting bagi
bidan untuk memberikan informasi ini kepada ibu karena terkadang pasien kurang
memperhatikan kualitas makanan yang dikonsumsinya. Biasanya masyarakat di era
sekarang ini lebih mementingkan selera dengan mengabaikan kualitas makanan yang
dikonsumsi. Pemenuhan gizi seimbang selama hamil akan meningkatkan kondisi kesehatan bayi dan ibu,
terutama dalam menghadapi masa nifas sebagai modal awal untuk menyusui.
1.3 Gaya hidup
Selain pola makan yang dihubungkan
dengan gaya hidup masyarakat sekarang, ternyata ada beberapa gaya hidup lain
yang cukup merugikan kesehatan seorang wanita hamil. Misalnya kebiasaan
begadang, berpergian jauh dengan berkendara motor, dan lain – lain. Gaya hidup
ini akan mengganggu kesejahteraan bayi yang dikandungnya karena kebutuhan
istirahat mutlak harus dipenuhi.
§
Substance abuse ( Konsumsi alkohol )
Pada
hakekatnya semua wanita tahu tentang akibat dari meminum alkohol. Resiko dari
minum alkohol yang terus-memerus, tentunya juga berhubungan dengan dosis yang
akan menyebabkan berbagai masalah yang serius seperti meningkatkan resiko
keguguran,lahir prematur,berat lahir yang rendah,komplikasi selama masa persiapan
kelahiran, persalinan dan FAE (Fetal Alkohol effect). Di Amerika
Serikat,penggunaan alkohol selama kehamilan merupakn penyebab terbesar dari
keterbelakangan mental dan cacat lahir. Makin cepat seorang peminum
menghentikan kebiasaanya selama kehamilan akan lebih kecil resikonya pada bayi.
§ Perokok
Ibu hamil yang merokok akan sangat
merugikan dirinya dan bayinya. Bayi akan kekurangan oksigen dan racun yang
diisap melalui rokok dapat di transfer lewat plasenta ke dalam tubuh bayi. Pada
ibu hamil dengan merokok berat kita harus waspada akan risiko keguguran,
kelahiran prematur, BBLR, bahkan kematian janin.
§ Hamil dilur nikah / Kehamilan tidak
diharapkan
Jika kehamilan tidak diharapkan,
maka secara otomatis ibu akan sangat membenci kehamilannya, sehingga tidak ada
keinginan dari ibu untuk melakukan hal – hal positif yang dapat meningkatkan
kesehatan bayinya.
Pada kasus ini kita waspadai adanya
keguguran, prematur, dan kematian janin. Tindakan Abortus yang
tidak bertanggung jawab akan menyebabkan kematian Ibu hamil, perdarahan, infeksi, perasaan
bersalah menghantui pelaku abortus sepanjang hidupnya dapat megakibatkan
gangguan jiwa, perbuatan abortus tanpa alasan yang dapat diterima adalah
perbuatan dosa besar sama dengan membunuh manusia. Hal ini juga disebabkan
karena remaja wanita merupakan
populasi resiko tinggi terhadap komplikasi dalam kehamilan, penyulit terjadi
karena inadekuatnya nutrisi, perawatan antenatal yang minimal, terlambatnya
penanganan oleh tenaga medis,
meningkatnya
mortalitas perinatal dan morbiditas maternal pada kehamilan remaja, remaja telah
matang seksual tetapi tidak matang secara emoisional dan sosial, perawatan bayi
diserahkan kepada orang lain.
Pada kehamilan diluar nikah hampir
bisa dipastikan bahwa pasangan masih belum siap dalam hal ekonomi. Selain itu
kekurangsiapan ibu untuk merawat bayinya
juga perlu diwaspadai agar tidak terjadi postpartum blues.
2 Faktor psikologis
2.1 Stresor internal dan stersor eksternal
Stressor adalah stress yang terjadi pada ibu hamil
dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin. Janin dapat mengalami keterhambatan
perkembangan atau gangguan emosi saat lahir nanti jika stress pada ibu tidak
tertangani dengan baik.
§ Stresor internal
Meliputi faktor – faktor pemicu
stres ibu hamil yang berasal dari diri ibu sendiri. Adanya beban psikologis
yang ditanggung oleh ibu dapat menyebabkan gangguan perkembangan bayi yang
nantinya akan terlihat ketika bayi lahir. Anak akan tumbuh menjadi seseorang
dengan kepribadian tidak baik, bergantung pada kondisi stres yang dialami oleh ibunya, seperti anak yang
menjadi seorang dengan kepribadian temperamental, autis, orang yang terlalu
rendah diri ( minder ). Ini tentu saja tidak kita harapkan. Oleh karena, itu
pemantauan kesehatan psikologis pasien sangat perlu dilakukan.
ü Penerimaan
terhadap kehamilannya
ü Kesiapan
menghadapi kehamilan
ü Body
image
§ Stresor eksternal
Pemicu
stress yang bersala dari luar, bentuknya sangat bervariasi. Misalnya masalah
ekonomi, konflik keluarga, pertengkaran dengan suami, tekanan dari lingkungan (
respon negative dari lingkungan pada kehamilan lebih dari 5 kali ), dan masih
banyak kasus lainnya.
üDukungan suami
üDukungan keluarga
üDukungan tenaga
kesehatan
2.2 Suport keluarga
Setiap tahap
usia kehamilan, ibu akan mengalami perubahan baik yang bersifat fisikmaupun
psikologis. Ibu harus melakukan adaptasi pada setiap perubahan yang terjadi, dimana
sumber stress terbesar terjadi karena dalam rangka melakukan adaptasi terhadap
kondisi tertentu.
Peran
keluarga bagi ibu hamil sangatlah penting, psikologis ibu hamil yang cenderung
lebih labil dari pada wanita yang tidak hamil memerlukan banyak dukungan dari
keluarga terutama suami. Misalnya pada kasus penentuan jenis kelamin dimana
keluarga menginginkan jenis kelamin tertentu ibu hamil tersebut akan merasa
cemas jika nantinya anaknya lahir dengan jenis kelamin yang tidak sesuai dengan
harapan atau mengalami kecacatan fisik dan mental. Keluarga juga harus membantu
dan mendampingi ibu dalam mengahdapi keluhan yang muncuk selama kehamilan agar
ibu tidak merasa sendirian. Kecemasan ibu yang berlanjut akan mempengaruhi ibu
dalam hal nafsu makan yang menurun, kelemahan fisik, mual muntah yang
berlebihan.
Dalam menjalani proses itu, ibu
hamil sangat membutuhkan dukungan yang intensif dari keluarga dengan cara
menunjukan perhatian dan kasih sayang.
2.3 Subtance abuse
Kekerasan yang dialami oleh ibu hamil
di masa kecil akan sangat membekas dan mempengaruhi kepribadian. Ini perlu kita
berikan perhatian karena pada pasien yang mengalami riwayat ini, tenaga
kesehatan harus lebih maksimal dalam menempatkan dirinya sebagai teman atau
pendamping yang dapat yang dijadikan tempat bersandar bagi pasien dalam masalah
kesehatan. Pasien dengan riwayat ini biasanya tumbuh dengan kepribadian yang
tertutup.
Wanita yang
memakai obat – obatan tetap memprioritaskan lagar dunia mereka tetap aman.
Mereka merahasiakannya, mengurangi jumlah pemakaiannya, dan mengambil sikap
agresif terutama bila mereka memandang tenaga kesehatan sebagai penghambat.
Jika ibu tetap menggunakan obat – obatan setelah bayi lahir, resiko pada bayi
akan berlanjut. Bukan saja bayi lahir rentan secara biologis, tetapi mereka
juga harus menghadapi ibu yang memeiliki masalah kesehatan dan emosional.
Wanita ini dicurigai tidak mampu memelihara hubungan dan mungkin tidak mampu
merespons terhadap kebutuhan bayi, terutama jika mereka menerima bayi yang
secara medis rapuh setelah dirawat dirumah sakit dalam jangka waktu lama.
Banyak
wanita, yang secara kimiawi kecanduan merasa bersalah karena menggunakan
obat-obatan dan takut kalau bayi mereka akan diambil. Dengan persepsi yang
mereka miliki bahwa dengan pemakaian obat dan alkohol pada wanita hamil dapat
mengubah kehidupan mereka. Hal ini berarti memberi suatu kehidupan yang utuh
kepada ibu dan bayinya dan mencegah bayi mengalami keterlambatan perkembangan,
retardasi, atau bahkan kematian.
2.4 Partner abuse
Hasil
penelitian menunjukan bahawa korban kekerasan terhadap perempuan adalah wanita
yang telah bersuami. Setiap bentuk kekerasan yang dilakukan oleh pasangan harus
selalu diwaspadai oleh tenaga kesehatan jangan sampai kekerasan yang terjadi
akan membahayakan ibu dan bayinya. Efek psikologis yang muncul adalah gangguan
rasa aman dan nyaman pada pasien. Sewaktu – waktu pasien akan mengalami
perasaan terancam yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
janinnya.
Kekerasan
dapat terjadi baik secara fisik, psikis, ataupun sexual sehingga dapat terjadi
rasa nyeri dan trauma. Di USG kekerasan yang terjadi sekitar 7 – 11 % dari
wanita yang hamil. Efek kekerasan pada ibu hamil bisa dalam bentuk langsung
maupun tidak langsung, yang langsung antara lain: trauma dan kerusakan fisik
pada ibu dan bayinya misalnya solutio plasenta, fraktur tulang, ruptur uteri
dan perdarahan. Sedangkan efek yang tidak langsung adalah reaksi emosional,
peningkatan kecemasan, depresi, rentan terhadap penyakit. Trauma pada kehamilan
juga dapat menyebabkan nafsu makan yang menurun dan peningkatan frekuensi
merokok serta meminum alkohol.
Bullock
& Mc. Failane (1989), menemukan privalensi yang meningkat bayi dengan BBLR
pada ibu yang mengalami kekerasan selama hamil. Kebanyakan wanita hamil yang
mengalami kekerasan adalah karena pendidikan yang rendah, umur yang terhitung
masih muda dan hamil diluar nikah.
3 Faktor lingkungan, sosial, budaya dan
ekonomi
3.1 Kebiasaan adat istiadat
Ada beberapa kebiasaan adat istiadat
yang merugikan kesehatan ibu hamil. Tenaga kesehatan harus dapat menyikapi hal
ini dengan bijaksana, jangan sampai menyinggung “kearifan lokal” yang sudah
berlaku di daerah tersebut.
Persepsi
tentang kehamilan berbeda-beda menurut adat-istiadat daerah masing-masing.
Kebiasaan/mitos tersebut dapat mempengaruhi psikologi ibu (cemas dan khawatir),
misalnya bumil dilarang makan strawberry karena tubuh bayi akan berbintik,
menggeliat karena bayi akan terlilit tali pusat dan lain-lain.
Terbentuknya
janin dan kelahiran bayi merupakan suatu fenomena yang wajar dalam kelangsungan
kehidupan manusia, namun berbagai kelompok masyarakat dengan kebudayaannya diseluruh dunia memiliki
aneka persepsi, interpretasi, dan respon dalam mengahadapinya. Proses
pembentukan janin hingga kelahiran bayi serta pengaruhnya terhadap kondisi
kesehatan ibunya perlu dilihat dalam aspek biopsikokulturalnya sebagai suatu
kesatuan bukan hanya dilihat semata dari aspek biologis dan fisiologisnya.
Tiap
perpindahan dari satu tahapan kehidupan kepada tahapan kehidupan yang lainnya
merupakan suatu masa krisis yang gawat atau membahayakan baik bersifat nyata
ataupun tidak nyata sehingga diadakan serangkaian upacara bagi wanita hamil
untuk mencari keselamatan bagi diri wanita serta bayinya. Contoh di Jawa : ada mitoni, procotan dan brokohan,
sepasaran, selapanan.
Berbagai
kebudayaan percaya akan hubungan asosiatif antara suatu bahan makanan menurut
bentuk atas sifatnya dengan akibat buruk yang ditimbulkannya sehingga
menimbulkan kepercayaan untuk memantang jenis makanan yang dianggap dapat
membahayakan kondisi ibu atau janin yang dikandungnya.
Penyampaian mengenai pengaruh adat
daapat melalui berbagai teknik, misalnya melalui media massa, pendekatan tokoh
masyarakat, dan penyuluhan yang menggunakan media efektif. Namun, tenga
kesehatan juga tidak boleh mengesampingkan adanya kebiasaan yang sebenarnya
menguntungkan bagi kesehatan. Jika kita menemukan adanya adat yang sama sekali
tidak berpengaruh buruk terhadap kesehatan, tidak ada salahnya jika memberikan
respons yang positif dalam rangka menjalin hubungan yang sinergis dengan
masyarakat.
3.2 Fasilitas kesehatan
Adanya falitas kesehatan yang
memadai akan sangat menentukan kualitas pelayanan kepada ibu hamil. Deteksi
dini terhadap kemungkinan adanya penyulit akan lebih tepat, sehingga langkah
antisipatif akan lebih cepat diambil. Fasilias kesehatan ini sangat menentukan
atau berpengaruh terhadap upaya penurunan angka kematian ibu ( AKI ).
Untuk
mencapai suatu kondisi yang sehat diperlukan adanya sarana dan prasarana
(fasilitas kesehatan) yang memadai. Masalah yang timbul karena faktor 3
keterlambatan, yaitu:
§
Keterlambatan dalam pengambilan
keputusan dalam mencari pelayanan kesehatan. Hal ini dipengaruhi oleh status
ekonomi, status pendidikan, status wanita, karakteristik penyakit.
§
Keterlambatan dalam mencapai fasilitas
kesehatn itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh jarak, transportasi, jalan dan
biaya.
§
Keterlambatan dalam menerina penanganan
yang tepat dipengaruhi oleh kualitas tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan
yang tersedia.
3.2 Ekonomi
Aspek
finansial ini dapat menjadi masalah jika misalnya ibu hamil yang suaminya belum
bekerja, berhenti bekerja atau dengan
penghasilan kurang mungkin juga ibu harus tinggal dirumah kontrakan yang murah
dan kumuh sehingga membuat ibu rentan terhadap penyakit.
Untuk
menghemat pengeluaran terkadang wanita tersebut tidak dapat mengkonsumsi
makanan yang lebih bergizi yaitu kaya akan protein, kalsium atau mineral yang
lain yang dibutuhkannya dan ibu juga harus bekerja untuk membantu perekonomian
keluarga sehingga menyebabkan waktu istirahatnya berkurang, tidak ada
waktu dan biaya untuk memeriksakan kehamilannya
Tingkat sosial ekonomi terbukti
sangat berpengaruh terhadap kondisi fisik dan psikologis ibu hamil. Pada ibu
hamil dengan tingkat social ekonomi yang baik, otomatis akan mendapatkan
kesejahteraan fisik dan psikologis yang baik pula. Status gizipun akan
meningkat karena nutisi yang didapatkan berkualitas, selain itu ibu tidak akan
terbebani secra psikologis mengenai biaya persalinan dan pemenuhan kebutuhan
sehari – hari setelah bayinya lahir.
Ibu akan lebih fokus untuk mempersiapkan fisik dan
mentalnya sebagai seorang ibu. Sementara pada ibu hamil dengan kondisi ekonomi
yang lemah maka ia akan mendapatkan banyak kesulitan terutama masalah peneuhan
kebutuhan primer.
Referensi
1. Sulistyawati Ari, S.SiT, Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan, Salemba Medika, Jakarta, 2009
2. Varney Helen, dkk, Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 1, Buku Kedokteran EGC,
Jakarta, 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar