Preeklampsi
1.
Penyebab
preeklampsia
Etiologi penyakit ini sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Oleh
karena itu, pendekatan yang bijaksana adalah megidentifikasi wanita yang
beresiko atau mereka yang menunjukkan gejala. Kondisi yang dihubungkan dengan
preeeklampsia adalah sebagai berikut :
a. Nuliparitas
b. Penyakit
trofoblastik (70% terjadi pada kasus mola hidatidosa)
c. Kehamilan
kembar, tanpa memperhatikan paritas
d. Riwayat
penyakit :
1) Hipertensi
kronis
2) Penyakit
ginjal kronis
3) Diabetes
mellitus pra-kehamilan
e. Riwayat
preeklampsia atau eklampsia dalam keluarga
f. Riwayat
preeklampsia sebelumnya
g. Nutrisi
jelek
h.
Ibu dengan obesitas
2.
Patofisiologi
preeklampsia
Patifisiologi preeklampsia setidaknya berkaitan dengan perubahan
fisiologis kehamilan. Pada kehamilan normal dinding spiral arteri di invasi
oleh sel-sel trofoblas dan membentuk suatu saluran yang berkelok-kelok yang
berfungsi untuk membawa sejumlah besar darah ke dalam celah intervillus yang
mengakibatkan penurunan tahanan perifer.
Pada kasus preeklampsia terdapat keadaan tidak adekuatnya invasi dari
spiral arteriol oleh sel-sel trofoblas sehingga terjadi penurunan perfusi
jaringan utero plasenta. Pada proses lanjut hal ini menyebabkan kerusakan
endothelium pembuluh darah.dan selanjutnya terjadi vasokonstriksi. Vasokonstriksi
menyebabkan volume plasma yang
beredar menurun dan timbul hemokonsentrasi. Sebagai kompensasinya terjadi
peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga pada akibat lanjut
mengakibatkan terjadinya edema. Selain itu vasokonstriksi juga menyebabkan
aliran darah ke ginjal menurun sehingga terjadi gangguan filtrasi glomerulus.
Kerusakan glomerulus inilah sehingga senyawa albumin bisa lolos dan terdapat
dalam urin.
Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya
dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi, jika semua arteriola dalam tubuh
mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi
kenaikan tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.
3.
Komplikasi
Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsia dan eklampsia.
Koplikasi yang tersebut di bawah ini bias any aterjadi pada preeklampsia berat
dan eklampsia .
a. Solusio
plasenta
b. Hipofibrinogenemia
c. Hemolisis
d. Perdarahan
otak
e. Kelainan
mata
f. Edema
paru-paru
g. Nekrosis
hati
h. Sindrom
HELLP
i. Kelainan
ginjal
j. Prematuritas,
dismaturitas dan kematian janin intra uterin
4.
Pencegahan
Pemeriksaan antenatal yang
teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini preeklampsia dan dalam hal
ini harus dilkukan penanganan yang semestinya. Kita perlu lebih waspada akan
timbulnya preeklampsia dengan adanya factor-faktor predisposisi seperti yang
telah diuraikan di atas. Walaupun timbulnya preeklampsia tidak dapat dicegah
sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberin penerangan
secukupnya dan pelaksanaan pengawasan yang baik pada wanita hamil.
Penerangan tentang manfaat istitrahat dan diet berguna dalam pencegahan.
Istirahat tidak selalu berarti erbaring di tempat tidur, namun pekerjaan
sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring.
5.
Penatalaksanaan
preeklampsia
a. Preeklampsia
ringan
Kehamilan
kurang dari 37 minggu
Jika
belum ada perbaikan, lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan :
1) Pantau
tekanan darah, urin (untuk proteinuri), reflex dan kondisi janin
2) Konseling
pasien dan keluarganya tentang tanda-tanda bahaya preeklampsia dan eklampsia
3) Lebih
banyak istirahat
4) Diet
biasa (tidak perlu diet rendah garam)
5) Tidak
perlu diberi obat-obatan
Jika
rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit :
1) Diet
biasa
2) Pantau
tekanan darah 2 kali sehari, dan urin (untuk proteinuri) sekali sehari
3) Tidak
perlu diberi obat-obatan
4) Tidak
perlu diuretik, kecuali jika terdapat edema paru, dekompensasi kordis, atau
gagal ginjal akut
5) Jika
tekanan diastolik turun sampai normal pasien dapat dipulangkan:
a) Nasehatkan
untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda preeklampsia berat
b) Kontrol
2 kali seminggu untuk memantau tekanan darah, urin, keadaan janin, serta gejala
dan tanda-tanda preeklampsia berat
c) Jika
tekanan diastolik naik lagi, rawat kembali
6) Jika
tidak ada tanda-tanda perbaikan, tetap dirawat. Lanjutkan penanganan dan
observasi kesehatan janin
7) Jika
terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi
kehamilan. Jika tidak rawat sampai aterm
8) Jika
proteinuri meningkat, tangani sebagai preeklampsia berat
Kehamilan
lebih dari 37 minggu
1) Jika
serviks matang, pecahkan ketuban dan induksi persalinan dengan oksitosin atau
prostaglandin
2) Jika
serviks belum matang, lakukan pematangan dengan prostaglandin atau kateter
foley atau lakukan seksio sesaria.
b. Preeklampsia
berat
1) Semua
kasus preeklampsia berat harus ditangani secara aktif. Penanganan konservatif
tidak dianjurkan karena gejala dan tanda eklampsia seperti hiperrefleksia dan
gangguan penglihatan sering tidak terjadi.
2) Penanganan
umum :
a) Jika
tekanan diastolic tetap ≥ 110 mmHg,berikan obat anti hipertensi sampai tekanan
diastolik di antara 90-100 mmHg
b) Pasang
infuse dengan jarum besar (16 gauge atau lebih besar)
c) Ukur
keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload cairan
d) Kateterisasi
urin untuk memantau pengeluaran urin dan proteinuri
e) Jangan
tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai muntah dapat mengakibatkan
kematian ibu dan janin
f) Observasi
tanda-tanda vital, reflex, dan denyut jantung janin setiap jam
g) Auskultasi
paru untuk mencari tanda-tanda edema paru
h)
Hentikan pemberian
cairan IV dan berikan diuretic misalnya furosemid 40 mg IV sekali saja jika ada
edema paru
3)
Penanganan kejang
dengan pemberian antikonvulsan Magnesium Sulfat (MgSO4) dengan dosis
:
a) Sebelum
pemberian MgSO4 periksa :
(1) Frekuensi
pernapasan minimal 16 x/menit
(2) Reflex
patella (+)
(3) Urin
minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
b) Siapkan
antidotum :
(1) Jika
terjadi henti napas lakukan ventilasi dengan menggunakan masker dan balon
ventilator
(2) Beri
kalsium glukonat 1 g (20 ml dalam larutan 10%) IV perlahan-lahan sampai
pernapasan mulai lagi.
c) Dosis
awal :
(1) MgSO4
4 g IV dalam larutan 40% selama 5 menit
(2) Segera
dilanjutkan dengan pemberian 10 g larutan MgSO4 50%, masing-masing 5
g di bokong kanan dan kiri secara IM dalam, ditambah 1 ml lignokain 2% pada
semprit yang sama. Pasien akan merasa agak panas sewaktu pemberian MgSO4.
(3) Jika
kejang berulang setelah 15 menit, berikan MgSO42 g (larutan 40%) IV
selama menit.
d) Dosis
pemeliharaan :
(1) MgSO4
1-2 g / jam per infuse, 15 tetes/menit atau 5 g MgSO4 IM tiap 4 jam.
(2) Lanjutkan
pemberian MgSO4 sampai 24 jam pasca persalinan atau kejang berakhir.
e) Hentikan
pemberian MgSO4 jika :
(1) Frekuensi
pernapasan < 16 x/menit
(2) Refles
patella (-)
(3) Urin
< 30 ml/jam dalm 4 jam terakhir
4) Jika
MgSO4 tidak tersedia dapat diberikan diazepam IV dengan resiko
terjadinya depresi pernapasan neonatal. Pada dosis tunggal tidak menimbulkan
depresi pernapasan.kecuali jika pemberian secara terus menerus secara IV
a) Dosis
awal diazepam :
(1) Diazepam
10 mg IV pelan-pelan selama 2 menit
(2) Jika
kejang berulang ulangi dosis awal
b) Dosis
pemeliharaan :
(1) Diazepam
40 mg dalam 500 ml larutan Ringer Laktat per infuse
(2) Depresi
pernapasan ibu mungkin akan terjadi jika dosis > 30 mg/jam
(3) Jangan
berikan > 100 mg/24 jam
c) Pemberian
melalui rektum
(1) Jika
pemberian IV tidak mungkin, diazepam dapat diberika per rectal dengan dosisi
awal 20 mg dalam semprit 10 ml tanpa jarum
(2) Jika
kejang tidak teratasi dalam 10 menit, beri tambahan 10 mg/jam atau lebih,
tergantung pada berat badan pasien dan respon klinik pasien
Referensi :
Saifuddin AB. 2006. Buku Acuan Maternal dan Neonatal. YBPSP. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar